Oleh Diyanatul Izzah
Sadar atau tidak, hari ini kita tidak terlepas dari yang namanya era digital. Semua bisa dilakukan hanya dengan membuka layar dan internet. Mulai dari menonton, berbelanja bahkan pesan makanan. Aktivitas manusia pun akhirnya menjadi mudah dan ringkas. Namun, kemudahan ini tak terlepas dari dampak negatif yang terjadi, seperti terbebasnya akses informasi, menyebarnya berita hoax hingga trend prank yang tak sedikit membuat nyawa melayang.
Bisa dibilang, Gen Z adalah generasi yang sudah "khatam" tentang dunia digital. Bagaimana tidak, ia hidup bersama berkembangnya digital. Mulai dari handphone tombol sampai layar sentuh, pesan via BBM sampai WhatsApp dan masih banyak lagi. Berbeda dengan Gen Alpha yang hidup ketika digital sudah mulai jaya. Tidak heran, lima tahun terakhir Gen Z lah yang menjadi "penguasa" di sosial media. Tak heran pula, pengaruh inilah yang membentuk karakter Gen Z, mulai dari narasi generasi strawberry, masalah mental health, beauty standar dan masih banyak lagi.
Gen Z pun akhirnya berada dalam dua nasib, rapuh atau kritis, lemah atau penggerak. Melihat data dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang menyebutkan, 5,5% remaja usia 10-17 tahun mengalami gangguan mental. Selain itu, laporan hasil survey di 26 negara termasuk Indonesia menemukan bahwa penggunaan medsos dapat memunculkan rasa khawatir dan cemas yang lebih pada Gen Z, daripada generasi sebelumnya (Sc. Detik News). Menunjukkan pengaruh digital benar - benar membentuk Gen Z. Tanpa arahan dan panduan, Gen Z bisa menjadi generasi yang bebas, tak terarah dan mudah rapuh.
Digital dan Masa Depan Gen Z
Bebasnya arus globalisasi dalam dunia sosial media membentuk tren - tren baru yang mempengaruhi gaya hidup manusia, terutama bagi Gen Z. Sayangnya, banyaknya trend selalu didominasi oleh sekuler - kapitalis. Ini membuat Gen Z menjadi bebas dan menghiraukan peran agama. Seperti trend fashion yang kerap kali bebas dan membuka aurat, tren makanan atau minuman haram, sampai tren pergaulan bebas yang tak sedikit berujung hamil di luar nikah. Dominasi trend sekuler kapitalis membuat standar yang dimiliki Gen Z tidak lagi benar - salah, namun, untung - rugi.
Dunia digital dan Gen Z memang tidak bisa dilepaskan. Survey dari Pew Research Center mengatakan bahwa enam dari sepuluh remaja menggunakan Tiktok dan Instagram setiap harinya (Sc : pewresearch). Disisi lain, generasi ini terbilang lebih aktif dalam kepedulian isu global seperti politik, kemanusiaan dan pendidikan. Kerap kali Gen Z menjadi penggerak sosial media ketika muncul narasi penindasan. Gen Z juga memiliki wawasan lebih luas tentang dunia digital daripada generasi - generasi sebelumnya. Hal ini membuat Gen Z lebih banyak mengeksplor dunia digital.
Pengaruh digital dalam kemudahan aktivitas, membuat banyak Gen Z yang menjadi pragmatis, individualis dan butuh validasi. Generasi ini memang hidup bersama digital, karakternya pun tak terlepas dari sosial media. Fomo (takut ketertinggalan) akhirnya menjadi ciri khas dari Gen Z. Ini membentuk gaya hidup gen Z yang sebagian besar dipengaruhi oleh tren. Tak heran, apabila generasi ini cenderung cemas daripada generasi sebelumnya. Ini dipengaruhi ketergantungan mereka terhadap narasi di sosial media.
Gen Z : Saatnya Menjadi Penggerak
Di tengah arus narasi tentang Gen Z, tidak bisa dipungkiri bahwa Gen Z memiliki peran besar dalam perubahan. Dari tahun 2021 an, Gen Z memasuki usia yang produktif, yaitu usia muda yang memiliki ketangguhan lebih besar dari usia sebelum dan sesudahnya. Menurut analisis McKinsey & Company Gen Z lebih aktif secara politik dan sosial, memperjuangkan apa yang mereka yakini di media sosial. Ini menjadi potensi besar bahwa Gen Z memiliki daya gerak yang kuat untuk mendorong opini publik dalam perubahan.
Maka tugas Gen Z adalah memilah dan memilih informasi mana yang harus mereka terima dan tidak. Sebagai seorang Muslim dengan konsekuensi taat kepada Allah, maka Gen Z harus menjadikan tolak ukur Islam sebagai standar aktivitasnya. Tidak lagi berfikir tentang bagaimana mendapatkan validasi dihadapan banyak orang, tetapi berfikir bagaimana aktivitasnya bisa mendapatkan ridha Allah. Hal ini terbentuk dari kesadaran hubungan manusia dengan Allah, dengan mengkaji Islam. Sebab segala aktivitasnya di dunia online atau offline pasti akan dipertanggung jawabkan.
Ketika Gen - Z memiliki cara berfikir yang benar, maka mereka akan cenderung untuk melakukan perubahan. Melihat kondisi hari ini yang tidak stabil akibat pengaruh dari sistem sekuler - kapitalis. Karakter Gen Z yang rapuh, pragmatis dan individualis pun tak terlepas dari sistem ini. Karena itu, butuh perubahan yang mendasar agar Gen Z dan anak - anak muda selanjutnya menjadi generasi yang kuat dan generasi yang terbaik. Sebagaimana dalam Qur'an Surat Ali - Imran ayat 110, Allah berfirman: "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah."
Gen Z sudah seharusnya menjadi penggerak kebenaran dalam dunia digital. Melihat, pengaruhnya yang begitu besar dan kepeduliannya yang begitu luas. Sudah seharusnya Gen Z melepaskan diri dari narasi pragmatis, individualis dan rapuh akibat sistem sekuler - kapitalis. Sudah seharusnya Gen Z menjadi generasi yang kuat dan tangguh dengan Islam Kaffah. Wallahu A'lam []

Posting Komentar