Gen Z Tersandera Algoritma: Pinjol, Judol, dan Gagalnya Negara Melindungi Generasi

Oleh:*Husnul Khotimah S.s.i M.Pd*


Dalam beberapa tahun terakhir, generasi muda Indonesia menghadapi situasi yang kian mengkhawatirkan. Maraknya judi online (judol) dan pinjaman online (pinjol) bukan sekadar akibat pilihan individu, tetapi hasil dari perangkap sistemik dalam lingkaran ekonomi kapitalis yang bekerja melalui algoritma digital.


*Realitas Kelam di Dunia Digital*


Data menunjukkan tren mengkhawatirkan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat lonjakan signifikan rekening pinjaman berusia muda. Bahkan, survei Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) mengungkap bahwa 58% Gen Z menggunakan pinjol bukan untuk kebutuhan primer, melainkan gaya hidup dan hiburan.

Sementara itu, algoritma platform digital secara cerdik “memburu” kelompok dengan ekonomi terbatas—menyajikan iklan judol dan pinjol secara masif dan personal. Mereka yang sedang terdesak finansial menjadi sasaran empuk promosi “solusi cepat dan mudah” versi kapitalis digital. 


*Akar Masalah: Sistem Kapitalisme dan Gagalnya Perlindungan Negara*


Fenomena ini tak bisa dipisahkan dari himpitan sistem ekonomi kapitalis yang menuntut individu untuk terus berkonsumsi, mengejar kenikmatan, dan melihat kesuksesan dalam ukuran materi. Bagi anak muda dengan akses ekonomi terbatas, jalan pintas seperti judol atau pinjol tampak sebagai cara mudah bertahan.


Di sisi lain, negara tampak gagal melindungi generasi muda. Pendidikan sekuler yang menyingkirkan nilai-nilai spiritual dan moral Islam melahirkan generasi yang rapuh secara ideologis—mudah tergoda oleh iming-iming hiburan digital, keuntungan instan, dan gaya hidup glamor.


*Algoritma Kapitalis dan Eksploitasi Digital*


Ruang digital di era kapitalisme bekerja bukan untuk keselamatan pengguna, melainkan demi profit maksimum. Algoritma media sosial dirancang untuk memahami kebiasaan, kelemahan, dan preferensi pengguna, lalu mengarahkan mereka pada konten yang membuat ketagihan—termasuk iklan pinjol, perdagangan ilegal, atau judi online.

Dalam logika ini, generasi muda bukan lagi subjek pembangunan, melainkan sekadar pasar konsumtif dan objek eksploitasi data.


*Solusi Islam: Membangun Generasi dan Sistem yang Melindungi*


Islam menawarkan paradigma alternatif yang menyehatkan.

* Sistem ekonomi Islam menolak eksploitasi individu dan memastikan distribusi kesejahteraan secara adil, sehingga setiap orang memiliki akses kebutuhan dasar tanpa harus terjerat pinjol atau spekulasi.

* Pendidikan Islam membentuk kepribadian yang berlandaskan iman dan takwa, menjadikan generasi muda berpikir berdasarkan halal-haram, bukan sekadar keuntungan materi.

* Infrastruktur digital dalam sistem Islam (Khilafah) dibangun dengan paradigma perlindungan moral dan sosial, bukan monetisasi perilaku pengguna.

* Generasi Muslim perlu kembali menyadari identitasnya sebagai ummatun khairah, yakni pembawa peradaban yang unggul dalam ilmu dan akhlak melalui pembinaan Islam dan aktivitas dakwah yang ideologis.


Selama algoritma kapitalis terus menguasai ruang digital, generasi muda akan tetap menjadi korban dari sistem yang memuja keuntungan di atas kemanusiaan. Saatnya membangun kesadaran kolektif bahwa solusi sejati tidak lahir dari reformasi teknis, melainkan perubahan sistemik menuju tatanan Islam yang menempatkan manusia—bukan modal—sebagai pusat kehidupan.

Posting Komentar

 
Top