HIV AIDS Menyerang Remaja dan Bumil, Alarm Problem Generasi

Oleh: Martinah


Peringatan Hari AIDS Sedunia tahun ini kembali membuka mata kita pada kenyataan pahit bahwa HIV/AIDS bukan lagi persoalan kelompok berisiko tertentu. Bahkan data terbaru dari berbagai daerah di Kalimantan Timur menunjukkan bahwa remaja, pelajar, bahkan ibu hamil kini berada dalam ancaman serius.

Fakta ini bukan sekadar angka, tetapi alarm keras yang menunjukkan semakin rapuhnya benteng moral, sosial, dan sistemik yang seharusnya melindungi generasi bangsa.


Di Samarinda, hingga Oktober 2025 tercatat 444 kasus baru, dengan total 2.225 pasien aktif. Sementara di Balikpapan, 261 kasus baru muncul hanya dalam sembilan bulan, bahkan 49 di antaranya sudah masuk fase AIDS. Yang lebih mengkhawatirkan, kasus remaja usia 15–24 tahun mencapai 61 orang dan jumlah pelajar/mahasiswa sudah melebihi kelompok pekerja seks.


Kondisi serupa terjadi di Kota Bontang, dengan 43 kasus baru, termasuk 5 remaja usia 15–19 tahun.

Secara nasional, 2.264 ibu hamil terdeteksi HIV sepanjang 2025, memperlihatkan bahwa ancaman penularan dari ibu ke bayi semakin nyata di depan mata.


Semua fakta ini mengarah pada satu kesimpulan besar yakni HIV/AIDS semakin menembus generasi produktif—bahkan generasi calon penerus bangsa.


Selama ini, negara lebih sering berbicara tentang edukasi, kampanye, dan pengobatan ARV. Namun hampir tidak pernah disentuh akar persoalan penularan yang kini menggerogoti remaja dan ibu hamil. HIV/AIDS seharusnya menjadi isu strategis karena menyerang dua pilar masa depan bangsa, generasi muda dan para ibu.


Lonjakan pada ibu hamil adalah bukti lain bahwa pendekatan yang dipakai masih timpang. Banyak pasangan hidup terpisah karena tuntutan ekonomi, membuka celah pergaulan bebas dan perselingkuhan. Ketika salah satu terinfeksi, pasangannya bahkan bayi dalam kandungan menjadi korban. Bagaimana mungkin kita berharap lahir generasi pelopor perubahan jika sang ibu saja berada dalam kondisi rentan HIV?


Realitas lain yang tak bisa dipungkiri adalah pola pikir generasi hari ini yang tidak lagi berlandaskan halal dan haram. Sistem sekuler yang menjadi dasar kehidupan masyarakat membuka lebar pintu masuknya budaya Barat yang menormalisasi pergaulan bebas, eksplorasi seksual, hingga gaya hidup tanpa batas.


Saat tontonan dan gaya hidup liberal begitu mudah diakses, generasi tak lagi memiliki kompas moral. Identitas remaja pelopor perubahan menjadi kabur. Bahkan, dalam banyak kasus, remaja terjerumus bukan karena “nakal”, tetapi karena hilangnya fondasi akidah yang seharusnya menjadi tameng utama.


Circle pergaulan, komunitas, hingga kelompok-kelompok “underground” mempercepat penyebaran perilaku berisiko. Begitu sudah terjerumus, sangat sulit kembali, apalagi jika hanya mengandalkan nasihat individu tanpa dukungan sistem.


Ketika generasi dijauhkan dari Islam—baik dalam pendidikan, aturan sosial, maupun cara hidup sehari-hari—maka akidah menjadi lemah, dan pergaulan bebas menjadi hal biasa. 

Negara hanya hadir sebagai pemberi edukasi, bukan pelindung generasi.


Padahal, tanpa kekuatan akidah yang dibentuk lewat sistem pendidikan Islam, diikuti kontrol masyarakat, dan diperkuat aturan negara, maka upaya untuk mencegah HIV/AIDS hanya akan menjadi tambalan tanpa hasil nyata.


Islam tidak hanya memandang HIV/AIDS sebagai persoalan kesehatan. Islam memutus rantai masalah ini dari akarnya melalui sistem ergaulan yang mengatur interaksi.


Islam mengatur batasan interaksi bukan untuk membatasi kebebasan, tetapi untuk menjaga kehormatan generasi dan mencegah perilaku berisiko.


Islam juga membentuk generasi untuk memiliki standar benar-salah berdasarkan syariat, bukan hawa nafsu.


Selain itu, islam juga memberlakukan sanksi tegas, bukan untuk menakut-nakuti, tetapi untuk melindungi masyarakat agar tidak jatuh dalam pergaulan bebas yang menjadi pintu utama penyebaran HIV/AIDS.


Unsur yang tak kalah penting yakni ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan aturan negara yang saling bersinergi. Ketiganya saling menguatkan sehingga penyakit sosial, termasuk HIV/AIDS, dapat dicegah secara komprehensif.


Peningkatan kasus HIV pada remaja dan ibu hamil adalah alarm besar bagi negeri ini. Jika generasi pecah, jika ibu terancam, maka masa depan bangsa sudah berada di tepi jurang. Harus ada keberanian untuk mengakui bahwa pendekatan sekuler saat ini gagal menghentikan arus pergaulan bebas dan penularan HIV.


Islam menawarkan solusi menyeluruh—bukan sekadar edukasi, bukan hanya pengobatan, tetapi perubahan sistemik yang melindungi generasi dari akar persoalannya.


Inilah saatnya generasi mengkaji, mengamalkan, dan memperjuangkan penerapan Islam secara menyeluruh agar kebangkitan sejati dapat terwujud.

Posting Komentar

 
Top