Oleh Fina Fadilah Siregar
(Aktivis Muslimah)
Beda generasi, beda pula cara berpikirnya. Anak muda zaman dulu, ingin cepat menikah. Namun tidak demikian untuk saat ini. Anak muda saat ini lebih takut miskin daripada takut tidak menikah.
Pandangan tersebut menggambarkan anak-anak muda cenderung menempatkan keamanan finansial sebagai prioritas utama. Mereka menggeser jauh keinginan untuk membangun keluarga atau menanggapi tuntutan sosial untuk segera menikah.
Fenomena ini sebenarnya erat kaitannya dengan narasi ”ketakutan seseorang untuk menikah” atau dikenal dengan istilah marriage is scarry. Salah satu yang ditakutkan setelah pernikahan ialah realita tuntutan ekonomi yang semakin besar.
Generasi muda sekarang memasuki dunia kerja dalam kondisi ekonomi yang penuh dengan ketidakpastian. Sebagian besar mengungkapkan bahwa penghasilan mereka secara rata-rata jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan generasi sebelumya pada usia ymendapatk Selain itu, masalah ekonomi seperti sulitnya mendapatkan pekerjaan, upah yang relatif stagnan, hingga biaya hidup yang terus melonjak memberikan kecemasan akan kemiskinan semakin nyata.
Ketakutan yang dialami generasi muda saat ini tak lepas dari sistem kapitalisme. Takut miskin yang disebabkan sistem kapitalisme karena biaya hidup tinggi, pekerjaan sulit, dan upah yang rendah begitu menghantui anak-anak muda saat ini, sehingga mereka takut untuk menikah.
Mereka takut nantinya bila sudah menikah dan berumah tangga tidak dapat memenuhi kebutuhan anak dan istrinya. Padahal, setelah menikah pintu rezeki akan terbuka. Tapi dengan sulitnya kondisi ekonomi saat ini, keyakinan itu pupus, berganti dengan rasa takut yang amat besar.
Dalam hal ini, jelas negara sebagai regulator cenderung lepas tangan dalam menjamin kesejahteraan rakyat, sehingga beban hidup dipikul oleh masing-masing individu. Himpitan ekonomi yang kian hari kian berat membuat rakyat hanya fokus pada masalah ekonomi dan mengabaikan hal penting lainnya.
Gaya hidup materialis dan hedon tumbuh dari pendidikan sekuler dan pengaruh media liberal. Generasi muda hanya berpikir untuk melakukan aktivitas kesenangan duniawi sehingga tak ada keinginan untuk menikah. Padahal menikah diwajibkan bagi pemuda yang sudah mampu. Pernikahan dipandang beban, bukan sebagai ladang kebaikan dan jalan melanjutkan keturunan.
Inilah kerusakan nyata yang ditimbulkan negara dengan sistem pemerintahan kapitalisme. Hal yang membawa pada kebaikan tertutupi dengan ketakutan duniawi. Luka ekonomi kapitalisme generasi muda takut menikah.
Berbeda halnya dengan sistem Islam. Dalam Islam, negara menjamin kebutuhan dasar rakyat dan membuka lapangan kerja yang luas melalui penerapan sistem ekonomi Islam. Tak akan ada rakyat yang menjadi pengangguran dan pekerjaan diberikan sesuai dengan kemampuan setiap individu. Segala kebutuhanpun dipenuhi oleh negara sehingga kesejahteraan hidup akan tercipta.
Pengelolaan milkiyyah ammah dilakukan oleh negara, bukan swasta atau asing, sehingga hasilnya kembali untuk kesejahteraan masyarakat dan mampu menekan biaya hidup. Sehingga tidak akan ada alasan takut menikah karena khawatir tidak dapat menafkahi keluarga.
Dalam Islam, pendidikan yang diberikan berbasis aqidah sehingga membentuk generasi berkarakter, tidak terjebak hedonisme dan materialisme. Mereka justru menjadi penyelamat umat karena memiliki kepribadian yang Islami.
Selain itu, dalam Islam juga ditekankan penguatan institusi keluarga dengan mendorong pernikahan sebagai ibadah dan penjagaan keturunan. Dalam Islam, saat sudah menikah Allah akan menjamin rezeki umat-Nya, sehingga tidak ada hal yang perlu ditakutkan.
Begitulah indahnya Islam dalam mengatur urusan umat, termasuk soal pernikahan. Hal ini hanya akan terjadi bila aturan Islam diterapkan secara kaffah dalam sebuah negara yang bernama Daulah Khilafah Islamiyyah.
Wallahu a'lam bishshowaab.

Posting Komentar