Generasi Idaman di Mata Ibu: Taqwa dan Tangguh

Oleh: Eka Sulistya

(Aktivis Dakwah) 


Di era digital yang semakin maju, kita sering mendengar cerita tentang pemuda yang cerdas teknologi, kreatif di dunia digital, dan cepat beradaptasi. Namun di sisi lain, ada kekhawatiran besar dari para orang tua, tokoh masyarakat, dan ulama bahwa pemuda kita kehilangan jati diri moral dan keagamaan. Kekhawatiran ini bukan tanpa dasar, karena perubahan teknologi dan globalisasi membawa dampak yang kompleks bagi generasi muda, terutama dalam pembentukan karakter dan akhlak. 


Beberapa riset akademik dan laporan sosial menunjukkan tantangan moral yang nyata di kalangan generasi muda Indonesia saat ini. Era digital membawa risiko seperti kecanduan media sosial, identity crisis, dan masalah psikososial yang memengaruhi keseimbangan moral dan spiritual generasi muda. Studi terbaru mencatat bahwa 34,9% remaja Indonesia mengalami masalah mental dalam satu tahun terakhir. Hal ini sebagian dipengaruhi oleh penggunaan media sosial yang tidak terkontrol dan paparan konten moral yang kontradiktif dengan nilai agama dan budaya. Kondisi ini menunjukkan bahwa generasi muda menghadapi kesulitan dalam menyeimbangkan teknologi dengan spiritualitas dan tradisi nilai lokal. Selain itu, berbagai fenomena seperti :


• Generasi Digital Native

Generasi muda Indonesia tumbuh bersama teknologi digital. Mereka adalah pengguna aktif media sosial dan internet, yang memberikan peluang positif (ekspresi, kreativitas) sekaligus menyimpan risiko nyata seperti kecanduan konten dan dampak psikologis. 


• Risiko Krisis Identitas & Moral

Beragam studi menunjukkan bahwa paparan media sosial dan budaya global sering kali berdampak pada krisis identitas dan pergeseran nilai moral. Hal ini muncul karena banyak konten yang bertentangan dengan nilai budaya lokal dan moralitas tradisional. 


• Tantangan Globalisasi terhadap Nilai dan Moralitas

Globalisasi tidak hanya mempercepat arus informasi, tetapi juga membawa budaya luar yang bertentangan dengan nilai lokal. Remaja cenderung terpengaruh oleh konsumtif, budaya asing, dan norma yang tidak sesuai dengan nilai moral Islam atau nilai budaya bangsa. 


• Pinjaman Online & Literasi Digital

Pemuda sebagai digital native lebih rentan terhadap produk digital termasuk pinjaman online ilegal (pinjol), karena minimnya literasi digital dan keuangan. Ini bukan sekadar isu ekonomi tetapi juga berdampak pada mental, tanggung jawab, dan stabilitas hidup generasi muda. 


• Peran Pendidikan Formal yang Belum Optimal

Pendidikan di sekolah selama ini banyak terfokus pada pencapaian akademik semata dan belum seluruhnya berhasil membentuk karakter moral, spiritual dan etika yang kuat. 


*Krisis Identitas dan Moral dalam Perspektif Islam*

Dari fakta-fakta tersebut, kita dapat memetakan beberapa problem yang tengah dialami generasi muda Indonesia, terutama dari perspektif Islam:


Pertama, krisis jati diri moral. Paparan konten yang bebas dan tanpa filter membuat generasi muda sering kali terombang-ambing antara nilai modernitas dan prinsip moral Islam. Ketika mereka lebih bangga dengan popularitas digital atau budaya luar, hal ini bisa mengikis rasa cinta terhadap nilai keagamaan yang telah diwariskan secara turun-temurun. Islam mengajarkan bahwa tujuan hidup manusia adalah menjadi hamba Allah yang bertakwa, yang menjaga nilai akhlak dan hidup sesuai tuntunan syariat. Ketika nilai ini terpinggirkan oleh arus informasi dan kultur global, generasi muda kehilangan arah dan makna hidup yang sejati.


Kedua, kurangnya pendidikan karakter berbasis agama yang kuat. Pendidikan formal yang banyak menekankan pada nilai akademik tanpa disertai pendidikan moral dan spiritual, akan menghasilkan generasi yang pintar secara intelektual tetapi rapuh secara moral. Sebagaimana kajian pendidikan Islam menunjukkan, pendidikan moral dan akhlak perlu dipadukan secara holistik dalam proses pembelajaran agar remaja mampu mengenali mana yang baik dan buruk, mana yang bermanfaat dan yang merusak. 


Ketiga, peran keluarga yang belum optimal. Keluarga seharusnya menjadi ruang pertama bagi seorang anak mengenal dan merasakan nilai nilai keislaman dan akhlak mulia. Tanpa dukungan keluarga yang kuat, generasi muda akan mencari pengakuan dan identitas dari luar lingkungan rumah — termasuk pergaulan yang tidak selalu sesuai dengan nilai Islam. Studi pendidikan keluarga di era digital menegaskan bahwa pola asuh yang baik menjadi fondasi penting dalam pembentukan karakter generasi muda yang bertakwa dan berakhlak mulia. 


*Solusi dari Perspektif Islam*

Dalam Islam, solusi terhadap krisis moral dan identitas generasi muda harus berakar pada Al-Qur’an dan Sunnah, serta diterapkan secara holistik melalui lembaga keluarga, pendidikan, dan masyarakat.


1. Penguatan Aqidah dan Pendidikan Moral Islami

Pertama dan utama, generasi muda perlu dibekali aqidah yang kuat sejak dini. Pendidikan agama bukan sekadar ritual, tetapi membentuk keyakinan, akhlak, dan pemahaman nilai. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman bahwa tujuan kehidupan manusia adalah untuk beribadah kepadaNya (QS. Adh-Dhariyat:56). Ini berarti hidup sesuai tuntunan syariat merupakan identitas seorang Muslim. Pendidikan agama di sekolah dan pesantren harus diperkuat, bukan hanya sebagai mata pelajaran tambahan tetapi sebagai fondasi karakter.


2. Literasi Digital Berbasis Nilai Islam

Islam tidak menolak ilmu dan teknologi, namun mengajarkan agar segala hal disikapi dengan hikmah (QS. An-Nahl:125). Literasi digital yang diajarkan kepada pemuda harus mencakup etika digital, kemampuan menyaring konten, serta kesadaran bahwa setiap kata dan tindakan di dunia maya akan dimintai pertanggungjawaban. Pemerintah dan lembaga pendidikan Islam dapat bekerja sama untuk memasukkan kurikulum literasi digital Islami.


3. Peran Keluarga sebagai Sekolah Pertama dan Utama

Keluarga adalah ruang pertama bagi pendidikan akhlak. Ayah dan ibu harus menyadari bahwa tugas mereka bukan hanya mencari nafkah tetapi juga mendidik dan membimbing anak dalam jalan Allah. Rasulullah ﷺ bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang dipimpinnya” (HR. Bukhari dan Muslim). Orang tua harus menjadi contoh teladan dalam ibadah, etika, dan penggunaan teknologi.


4. Masyarakat sebagai Kontrol Sosial Positif

Amar makruf nahi munkar adalah tugas seluruh umat Muslim. Ketika generasi muda berbuat salah, masyarakat tidak boleh cuek. Sikap peduli dan tegas secara moral akan menciptakan lingkungan yang mendukung kemajuan generasi, bukan hanya dalam kemampuan teknologi tetapi juga dalam keimanan dan akhlak.


Generasi idaman di mata ibu taqwa dan tangguh bukanlah sekedar jargon. Itu adalah visi yang sejalan dengan ajaran Islam: generasi yang kuat dalam iman, bijak dalam menyikapi teknologi, dan teguh dalam nilai moral yang membawa kebaikan bagi diri sendiri, keluarga, dan bangsa. Dengan bersinergi antara Al-Qur’an, Sunnah, keluarga, pendidikan, dan masyarakat, serta dukungan kebijakan negara yang tepat, kita dapat membentuk generasi yang tidak hanya pintar teknologi tetapi juga matang secara keimanan.

Posting Komentar

 
Top