KERUSAKAN ALAM AKIBAT SISTEM RUSAK

Ummu Mahiran


Dipenghujung tahun 2025 kita dikejutkan dengan terjadinya berbagai bencana alam yang menimpa beberapa wilayah di Indonesia. Mulai tanah longsor hingga banjir bandang telah menerjang sebagian wilayah Sumatra Barat, Sumatra Utara, Aceh, dan beberapa lainnya.

Akibat dari peristiwa tersebut banyak korban luka, meninggal, bahkan menghilang belum ditemukan. 

Dikabarkan pula terdapat beberapa kampung telah hilang di wilayah tersebut. Dampak lainnya juga bisa terlihat pada rumah warga yang mengalami kehancuran, fasilitas umum rusak parah dan kerusakan hebat lainnya.

Setelah dipantau lebih jauh, terlihat bahwa penyebabnya tidak hanya karena faktor curah hujan yang sampai pada puncaknya. Banjir bandang sangat parah tersebut diiringi oleh menurunnya daya tampung wilayah. Tanah yang tidak kuat menahan air yang terus mengalir. 

Bencana yang terjadi saat ini bukan karena faktor alam atau sekadar ujian semata, tetapi dampak kejahatan lingkungan yang telah berlangsung lama dan dilegitimasi kebijakan penguasa (pemberian hak konsesi lahan, obral izin perusahaan sawit, izin tambang terbuka, tambang utk ormas, uu minerba, uu ciptaker, dll) sebagai penyebab kerusakan parah yang terjadi.

Banyak kayu gelondongan terpotong rapi ikut hanyut oleh deras arus air yang terus mengalir. Jika hanya air hujan saja, maka kayu-kayu tersebut tidak mungkin dapat terpotong sendirinya dengan rapi bahkan sampai terdapat angka disetiap batangnya. Hal itulah yang akhirnya menyebabkan banyak rumah warga hancur tidak tersisa.

Tidak mungkin hal tersebut merupakan ulah warga sekitar. Hanya pihak-pihak kuat tertentu yang dapat melakukan itu semua, mereka lakukan tanpa menilai terlebih dahulu apa dampak dari perbuatan mereka yang berhasil merusak alam. Penebangan pohon juga tidak dapat terjadi jika belum memperoleh izin dari penguasa. Lantas, apakah ini alasan mengapa pemerintah belum juga menetapkan bencana yang terjadi di tiga provinsi sebagai bencana nasional?


Berawal dari sistem rusak, kemudian berakhir memunculkan banyak penguasa dzalim yang hanya mementingkan keuntungan pribadi dan kelompoknya.

Sikap penguasa seperti ini sangat niscaya dalam sistem sekuler demokrasi kapitalisme. Penguasa & pengusaha kerap kongkalikong untuk menjarah hak milik rakyat atas nama pembangunan.

Musibah banjir dan longsor di Sumatra memperlihatkan bahaya nyata akibat kerusakan lingkungan, terlebih dengan pembukaan hutan besar-besaran tanpa memperhitungkan dampaknya. Inilah efek dari negara meninggalkan hukum Allah atau sistem Islam dalam pengelolaan lingkungan. Masyarakat yang menderita, sedangkan pengusaha dan penguasa yang menikmati hasil hutannya. Wallahua'lam bishawab.

Posting Komentar

 
Top