Ratusan Keluarga Ditarget Lulus Miskin, Mampukah Negara Menyelesaikannya?

Lia Ummu Thoriq Aktivis

 (Muslimah Peduli Generasi)*


Pemerintah menegaskan bansos bukan hak seumur hidup; warga miskin usia produktif diberi maksimal lima tahun untuk mandiri. Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH)  ditargetkan meluluskan minimal 10 keluarga per tahun, sehingga di Bekasi sedikitnya 640 keluarga harus graduasi setiap tahun. Sistem ini membuka ruang bagi warga lain yang belum pernah menerima bantuan. (Radarbekasi..id, 25/11/2025)


Berbagai usaha dilakukan oleh pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan di negeri ini. Namun hal ini belum membuahkan hasil yang berarti. Angka kemiskinan dari hari ke hari semakin naik. Pemerintah melakukan berbagai cara untuk menekan angka kemiskinan yang semakin hari semakin meningkat. Angka kemiskinan menurut  Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin Indonesia pada Maret 2025 mencapai 23,85 juta orang atau 8,47 persen dari total populasi penduduknya. (Kompas, 27/07/2025)


Salah satu cara yang mengentaskan kemiskinan rakyat adalah dengan bansos. Bentuk bansos bisa berupa uang tunai, barang, atau layanan. Tujuan bansos adalah untuk memenuhi dan menjamin kebutuhan dasar serta meningkatkan taraf hidup penerima bansos, namun hal ini belum tercapai. Pada faktanya kondisi rakyat saat ini masih belum sejahtera. Rakyat masih dalam kubangan kemiskinan. Mereka harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari. 


Pemerintah menginginkan bansos ini tak membuat rakyat "manja", ada target yang diinginkan pemerintah agar rakyat lulus dari kemiskinan. Namun tujuan pemerintah ini perlu dikaji ulang, pasalnya tujuan ini sangat sulit untuk diharapkan. Mengapa hal ini bisa terjadi?


Pertama, terjadi kemiskinan struktural. Sistem kapitalisme hari ini sangat sulit mengentaskan kemiskinan. Pasalnya kemiskinan sudah mengakar di negeri ini. Sistem ini terus menciptakan PHK (Pemutusan Tenaga Kerja), pengangguran, dan kemiskinan struktural. Badai besar-besaran PHK juga menerpa negeri ini. Banyak perusahaan raksasa yang gulung tikar, hal ini mengakibatkan meningkatnya pengangguran dan kemiskinan. Angka PHK yang terjadi di negeri ini cukup tinggi. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menyebutkan, dari Januari-Juni 2025 jumlah pekerja yang mengalami PHK mencapai 42.385 orang. (Waspada.id, 24/7/2025). 


Realita hari ini kemiskinan yang terjadi adalah kemiskinan struktural. Menurut Selo Soemardjan, kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang dialami oleh suatu golongan masyarakat karena suatu struktur sosial masyarakat yang tidak bisa ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. (Detikedu, 19/11/2021)


Sebuah daerah yang memiliki sumber daya alam melimpah, tetapi masyarakatnya tidak dapat menikmati kekayaan tersebut. Inilah yang terjadi di negeri kita saat ini, kekayaan berlimpah ruah namun angka kemiskinan tinggi. Kemiskinan struktural telah menjangkiti negeri kita. Penggusuran atau pembersihan lahan yang dilakukan oleh pemerintah di suatu daerah sehingga menyebabkan masyarakat sekitar tidak memiliki tempat tinggal dan kehilangan pekerjaan.


Kedua, distribusi kekayaan yang timpang. Sudah menjadi rahasia umum kekayaan di negeri ini hanya dimiliki oleh segelintir orang. Kita bisa lihat faktanya banyak konglomerat yang pusing untuk menghabiskan hartanya. Namun hal ini kontras dengan kondisi rakyat yang pusing harus mengais rezeki demi sesuap nasi. Penguasa negeri ini juga tidak peduli dengan kondisi ini. Distribusi kekayaan yang semakin timpang dan mahalnya kebutuhan pokok oleh rakyat.


Ketiga, Sumber Daya Alam (SDA) dikuasai asing. Gemah Ripah loh Jinawi. Negeri Jamrud Khatulistiwa. Lempar Tongkat jadi tanaman. Itulah slogan yang disematkan kepada negeri kita tercinta. Sumber daya alam melimpah namun rakyatnya miskin. Bagai ayam mati di lumbung pagi. Indonesia negeri kaya. Kekayaan negeri kita sangat berlimpah.


Namun faktanya kemiskinan masih merajalela. Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena sumber daya alam tidak dikelola dengan baik oleh penguasa negeri ini. Kekayaan SDA seolah menjadi "kutukan" yang mematikan. SDA negeri kita 90 persen dikuasai oleh asing dan swasta. Akibatnya kekayaan alam kita dikeruk oleh asing untuk dibawa ke negaranya. Sedangkan rakyat Indonesia hanya diberi ampasnya. Lebih miris lagi rakyat yang hidup dalam limpahkan kekayaan namun hanya menjadi buruh kasar. Sungguh nelangsa nasib rakyat Indonesia hari ini. Negeri kaya raya namun rakyatnya miskin. 


Keempat, hilangnya peran negara. Kepemimpinan yang tidak menjalankan riayah sejati menjadikan bansos sebagai kebijakan populis, bukan instrumen keadilan. Alih-alih memastikan kesejahteraan merata, pemerintah lebih fokus pada pencitraan, sehingga kebijakan graduasi lima tahun terasa seperti pemutusan bantuan, bukan pemberdayaan.


Kelima, penerapan sistem Kapitalisme-sekuler. Masalah teknis seperti penerima fiktif, korupsi, pungli, hingga warga mampu yang berpura-pura miskin, menunjukkan bahwa mekanisme bansos tidak dibangun di atas sistem pengelolaan yang bersih dan amanah. Alhasil, bansos bukan hanya tidak tepat sasaran, tetapi memperkuat ketidakadilan yang sudah berlangsung lama.


Inilah kondisi negeri ini. Negeri kaya namun rakyatnya miskin. Bansos yang dicanangkan oleh pemerintah untuk mentargetkan rakyat untuk lulus dari kemiskinan, ternyata tak menyelesaikan persoalan. Rakyat tetap dalam kubangan kemiskinan.


*Sistem Islam Mensejahterakan Rakyat*

Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Na’im:  

 كَادَ اْلفَقْرُ أَنْ يَكُوْنَ كُفْرًا   

Artinya: “Kemiskinan itu dekat kepada kekufuran.” 


Kemiskinan yang terjadi di negara ini adalah kemiskinan struktural. Kemiskinan yang terjadi akibat penerapan sistem Kapitalisme-sekuler. Dalam sistem Islam negara berperan dalam mengurus rakyat, terutama untuk keluar dari kubangan kemiskinan. Kepemimpinan dalam Islam berperan sebagai junnah (pelindung) dan ra’in (pengurus), tunduk pada hukum Allah, sehingga seluruh warga—tanpa kecuali—menjadi tanggung jawab negara. Dengan karakter kepemimpinan ini, kesejahteraan bukan slogan, tetapi hasil dari penerapan syariah secara menyeluruh.


Berikut cara sistem Islam dalam mengurus rakyat agar tidak terjerumus dalam kubangan kemiskinan:

Pertama, Sistem ekonomi Islam meniscayakan terpenuhinya kebutuhan primer setiap individu. Kebutuhan primer meliputi sandang, pangan dan papan.


Kedua, karena negara wajib mengelola kepemilikan umum (milkiyah ‘ammah) seperti energi, air, dan tambang untuk kemaslahatan rakyat, bukan untuk swasta atau asing. Dari sinilah kesejahteraan dapat dicapai secara struktural, bukan melalui bansos.


Ketiga, Negara (Khilafah) berkewajiban menyediakan lapangan kerja bagi warga yang mampu bekerja, sementara kebutuhan mereka tetap dijamin jika penghasilan belum mencukupi. Ini sesuai konsep riayah (pengurusan urusan rakyat) yang merupakan fungsi pokok negara.

Posting Komentar

 
Top