Oleh Yuli Mariyam
Oleh Yuli Mariyam 
(Pendidik Generasi Tangguh)

Kasus bullying sebenarnya bukan hanya persoalan saat ini saja. Sejak zaman para nabi pun kasus bullying sudah dilakukan terhadap orang yang dianggap berbeda dengan lingkungannya. Seperti halnya nabi dan rasul yang melakukan dakwah atau ajakan untuk menyembah Allah semata, para nabi harus menghadapi orang-orang yang mengikuti nenek moyang mereka dalam menentukan sesembahan atau berhala-berhala. 

Contoh bullying di zaman itu adalah penghinaan terhadap Nabi Nuh yang membuat kapal di padang pasir, sedang kapal harus berlayar di perairan. Juga pengusiran terhadap Nabi Yunus sehingga beliau harus pergi dari negeri Ninawa untuk mencari negeri yang lain, yang mau menerima dakwahnya, bahkan Nabi Muhammad pun tak luput dari bullying, baik ketika beliau berada di Mekah bersama kaum kerabatnya di Thoif atau dari kalangan Qurais, bahkan saat sudah berada di Madinah sekalipun, pembulliyan dan fitnah kerap terjadi dari kaum munafikun terhadap rasullullah.

Berbagai permasalahan remaja yang ditemui saat ini, seperti adanya tekanan sosial, pelecehan, pengucilan, membuat pemuda sering kali salah dalam menyikapi kondisi tersebut, bahkan pemuda dengan mental illnes sangat mudah ditemukan. Tindak kekerasan, penganiayaan, pembakaran, pengeboman bahkan bunuh diri pun acap kali menyertai pembullyan jika tidak segera ditangani dengan tepat. Apalagi pengaruh media sosial yang banyak menceritakan tentang amarah dan dendam, hal yang harusnya hanya tontonan bisa berubah menjadi tuntunan, memicu munculnya tindakan-tindakan negatif. Beritasatu.com (8/11/2025) memberitakan adanya seorang santri di Aceh Besar, yang membakar pondok pesantren tempat dia belajar, pemicunya adalah seringnya mendapatkan perlakuan tidak baik dari rekan-rekannya alias dibully atau dirundung.

Telah banyak dikupas di tulisan-tulisan yang beredar di media sosial maupun buku-buku psikologis, bahwa anak-anak yang rawan bullying adalah pemuda bermental ilnes atau lemah, yang mereka muncul dari keluarga yang kurang harmonis, entah itu fatherless, motherless bahkan broken home. Lemahnya aqidah pada generasi akibat diterapkannya paham Sekulerisme yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Sebagian generasi mendapatkan pemahaman agama di rumah-rumah mereka tetapi tidak diperkuat kembali di lingkungan sekolah maupun masyarakat, Atau sebaliknya orang tua hanya mengandalkan sekolah untuk menanamkan aqidah agar putra-putrinya menjadi generasi yang tangguh tersebab keluarga yang minim ilmu agama dan hanya mengedepankan urusan duniawi, ekonomi yang sulit pun menjadi salah satu penyebab orang tua tidak bisa memberikan waktu yang banyak terhadap keluarganya, apalagi untuk barang-barang branded keinginan putra-putri mereka demi kata fomo dan up to date.

Disisi lain pendidikan di Indonesia tidak mengedepankan aqidah, melainkan materi-materi ajar yang menuntut prestasi dengan nilai tinggi, minimnya pemahaman tentang adab dan akhlak terpuji, adapun norma-norma yang ditanamkan terbukti telah gagal membentuk kepribadian yang unggul dan terdepan. Ironi disaat generasi ini digadang menjadi generasi emas di tahun 2045 nanti.

Umat muslim perlu menengok sejarah Islam. Pemuda tangguh bermental baja, dengan akhlak dan adab yang tinggi yang menjadi ciri khas muslim sejati itu ada pada para sahabat, tabi'in dan tabiut tabi'in sebagai generasi terbaik seperti yang dikatakan oleh Rasulullah; “Sebaik-baik manusia ialah pada generasiku (Sahabat), kemudian generasi berikutnya (Tabi’in), kemudian generasi berikutnya (Tabi’ut Tabi’in).” (HR. Bukhari dan Muslim). Kecintaan dan ketaatan para sahabat kepada Allah dan rasulnya tidak perlu diragukan lagi, mereka rela kehilangan harta dan nyawanya hanya demi tegaknya agama Allah dan keselamatan Rasulullah.

Sebagai generasi yang jauh dari zaman Nabi dan para sahabat. Kita bisa mentauladani mereka dari kisah-kisah yang ditulis oleh para ulama. Dengan membaca dan mendengar kisah-kisah tersebut dapat menginspirasi para orang tua yang menginginkan anak-anaknya menjadi generasi terbaik. Orang tua juga tak boleh absen kehadirannya bagi anak, sehingga menjadi pusat kehangatan dan kekuatan anak dalam menyelesaikan problematikanya. Bahkan tidak hanya orang tua biologis, tetapi juga Kakek dan Paman sebagai pengganti wali saat seorang Ayah telah meninggal. Begitu juga saat ibu yang meninggal, maka Nenek dan Bibi akan menggantikan untuk memenuhi hak asuhnya. Islam tak membiarkan generasi tumbuh tanpa pelindung.

Pemuda Islam akan mendapat penanaman aqidah yang lengkap dari keluarga, masyarakat dan juga negara lewat pendidikan formalnya. Pada umur 15 tahun para lelaki akan diikutkan wajib militer untuk menggembleng fisiknya, sehingga kuat dan tangguh. Pintu-pintu ijtihad akan dibuka lebar untuk memfasilitasi para pemikir, inovasi dan teknologi akan di apresiasi, riset-riset akan dibiayai pemerintah sehingga pemuda akan sibuk dengan ilmu, menjadi generasi faqqihu fiddin.

Selain itu penerapan syariat Islam secara menyeluruh menjadikan perekonomian masyarakat terkendali, harga kebutuhan pokok terjangkau, kesehatan dan pendidikan terjamin, kesejahteraan merata. Hal ini akan menjadikan mental generasi sehat sehingga tak mudah terluka. Sedangkan para pembully akan mendapat balasan setimpal dengan apa yang  perbuatannya, sesungguhnya Allah telah melarang manusia untuk berbuat dzolim terjadap orang lain dan berbuat dharar terhadap dirinya sendiri. Pembullyan dengan segala bentuknya bukanlah tidak dapat di akhiri. Islam terbukti meminimalisir kejahatan dan mencegah perbuatan jahat terulang kembali.


Wallahu a'lam bishowab.
Next
This is the most recent post.
Previous
Posting Lama

Posting Komentar

 
Top