Oleh: Erik Sri Widayati, S,Si.
Generasi muda saat ini lahir pada era digital. Sejak kecil mereka terbiasa menggunakan smartphone, bahkan bersentuhan dengan media sosial. Survei Profil Internet Indonesia 2022 oleh Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia (APJII) pada Juni 2022 terhadap lebih dari 3.000 responden Gen Z menunjukkan bahwa lebih dari 90% mereka mengenal dan menggunakan internet, mayoritas untuk mengakses media sosial.
Media sosial akan menyediakan konten sejenis yang sering digunakan. Dengan algoritma demikian, maka media sosial akan membentuk karakter seseorang. Saat ini kapitalisme yang mendominasi. Sehingga nilai/ keuangan materi dan fisik yang dikejar. Maka terbentuklah generasi yang terfokus pada mengejar pencapaian duniawi, misalnya harus mencapai financial freedom pada usia muda; matang finansial sebelum menikah; menggambarkan tokoh idola harus yang mapan, glowing, dan memakai outfit yang kekinian; serta ukuran fisik lainnya. Mereka cenderung mengikuti idola, tren viral, hingga gaya hidup yang dijajakan secara masif dalam platform digital.
Ini mempengaruhi peran generasi muda di dunia medsos. Sebagai subjek, mereka menciptakan konten berupa video, tulisan, atau karya kreatif lainnya. Akan tetapi konten yang diciptakan seputar gaya hidup liberal dan hedonis. Asalkan bisa viral apapun dilakukan tanpa berpikir dampak untuk diri dan masyarakat. Sebagai objek digital, mereka kerap menjadi sasaran atau target pasar industri digital, semisal iklan, berbagai produk, dan layanan. Mereka juga menjadi konsumen informasi yang sangat besar, baik positif maupun negatif. Termasuk akhirnya menjadi korban judol dan pinjol.
Tentu kita tidak ingin kehilangan generasi emas menuju Indonesia emas. Perlunya mengaktifkan kembali peran keluarga untuk membentuk benteng agama pada generasi muda. Mengenalkan agama kepada anak dengan mengajak berpikir kritis, bukan dokmatis. Mendekatkan anak dengan sumber agama yang terpercaya misalnya para ustadz dan ulama. Membenahi standar benar salah sesuai dengan agama sehingga anak bisa mengkonsumsi konten yang tepat. Demikian pula ketika membuat karya di medsos mereka akan membuat konten yang bermanfaat bagi diri dan masyarakat. Bukan hanya berpikir uang semata.
Peran masyarakat sebagai kontrol sosial harus berjalan. Masyarakat tidak segan mengingatkan jika tidak sesuai dengan aturan agama. Terbayang jika setiap orang memiliki pemahaman, pemikiran, perasaan, serta aturan yang sama, ruang digital akan dipenuhi konten-konten yang mengedukasi, saling menasihati, serta memberi motivasi iman dan takwa.
Generasi muda pun perlu diberikan wawasan agar dapat menyadari bahwa dunia kini dalam hegemoni digital kapitalis. Yang menjajakan penilaian fisik dan duniawi menjadi yang utama dan mengesampingkan aspek akhirat dan konsep agama lainnya. Yang dipelopori oleh negara-negara barat pemilik platform digital. Jika dahulu pergolakan pemikiran terjadi di ruang seminar dan diskusi; buku dan majalah politik; serta adu argumentasi pada kontak/pertemuan dakwah, kini semuanya pindah ke ruang digital dengan medsos sebagai ruangannya. Generasi yang tidak miliki filter akan kebingungan dan terbawa arus yang telah di-setting pengelola platform digital untuk hanya memilih yang fun jauh dari kerja keras apalagi sampai memikirkan masa depan masyarakat.
Selanjutnya peran yang penting juga adalah negara. Dengan berbagai instrumennya negara juga berperan dalam menjaga agar konten media sosial bersifat mendidik.
Semoga generasi muda menempatkan media sosial pada tempatnya. Yaitu sebagai media untuk mengembangkan diri secara positif, kebutuhan informasi dan menciptakan karya demi kebaikan masyarakat. Dengan demikian Indonesia akan siap menghadapi Indonesia emas. []

Posting Komentar