PP Nomer 17 Tahun 2025, Bisakah Melindungi Anak Dari Ancaman Digital ?

Oleh : Ibu Tri, Aktifis Muslimah


Peraturan Pemerintah (PP) Nomer 17 tahun 2025, adalah PP tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sisitem Elektronik dalam Perlindungan Anak, yang mengatur perlindungan anak diruang digital dengan memastikan platform menyediakan konten sesuai usia, melindungi data pribadi anak, dan menerapkan pengawasan serta fitur kontrol orang tua untuk menciptakan ruang digital yang aman dan ramah anak. PP ini disahkan pada tanggal 27 Maret 2025 dan akan mulai diterapkan sepenuhnya di tahun 2026. (SmartID – Peraturan bpk go.id)


Hal serupa juga sudah terjadi di Australia, yang merupakan negara pertama yang menerapkan UU larangan Medsos, seperti platform TikTok, Instagram, You Tube dll bagi anak usia 16 tahun kebawah, dengan ancaman denda besar bagi platform yang tidak patuh. Kebijakan tersebut mulai diberlakukan  per tanggal 10 Desember 2025 (Kompas.com, 11/12/2025). 


Latar belakang munculnya PP atau UU 


Munculnya PP no 17 tahun 2025 atau UU larangan medsos di Australia, bukanlah tanpa dasar atau sebab. Seperti  kita ketahui bersama bahwa dunia digital sekarang dengan media sosialnya banyak memberikan manfaat dan kemudahan – kemudahan hidup bagi manusi modern. Tetapi kita juga tidak bisa menutup mata, akan bahaya atau efek negatif dari media sosial tersebut.


Adapun dampak negatif dari penggunaan media sosial yang berlebihan dan tanpa pengawasan, khususnya bagi anak dan remaja adalah pada terganggunya kesehatan mental, perkembangan sosial dan  menurunkan produktifitas bagi penggunanya.


Gangguan kesehatan mental bisa berupa peningkatan kecemasan, depresi, harga diri yang rendah , gejala FOMO (Fear of Missing out – keinginan untuk terus menerus up to date – takut ketinggalan berita) ), karena terpapar konten-konten di medsos yang masif dengan dengan tanyangan-tayangan kehidupan yang sempurna, flexing, dan tayangan-tayangan lain yang memicu stress.


Gangguan perkembangan sosial bisa berupa rasa terisolasi / kesepian, perlakuan perundungan / bullying, dan paparan-paparan konten yang tidak pantas, yang berseliweran diberanda, yang kesemua itu bisa berakibat pada kehidupan yang anti sosial dan individualis, yang melawan fitrah manusia sebagai makhluk sosial


Adapun gangguan yang berupa penurunan produktifitas, berupa gangguan tidur, penurunan fokus dan prestasi serta efek kecanduan pemakaian teknologi. Pemakaian yang lama (berjam-jam), hingga larut malam hanya untuk scrolling dan menikmati konten-konten un faedah, bisa menyebabkan gangguan-gangguan tersebut.


Efektifkah PP dan UU yang ditetapkan


Saat ini, Media sosial sudah menjadi suatu kebutuhan seluruh masyarakat, tidak mengenal berapapun usianya, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa dan orang tua. Milyaran pengguna, yakni lebih dari setengah populasi dunia (sekitar 55%) sudah menggunakan sosial media dengan berbagai platform, mulai Facebook, YouTube, WhatsApp, Tiktok, aplikasi-aplikasi game, judi on line dan sebagainya. Untuk bisa memsuki platform-platform tersebut juga sangatlah mudah, dengan membuat akun, yang pengisiannya hanya dengan memasukkan data diri dari calon penggunanya.


Pembatasan yang ada pada PP dan UU, hanya bersifat adminstratif, dimana terkait pembatasan usia, anak tetap bisa mengakses medsos tersebut tanpa akun pribadi, misalnya dengan akun palsu atau akun orang lain. Anak-akan tetap bisa mengakses game online atau konten-konten tak senonoh yang bisa merusak anak. Karena juga yang menjadi permasalahannya adalah bukan semata tidak diperbolehkannya mengakses konten-konten buruk tersebut, tetapi karena juga konten-konten buruk itu tetap ada dan terus diproduksi.


Hal itu terjadi karena, hegemoni dan penguasaan digital yang ada sekarang ada ditangan negara adidaya kapitalis , sehingga platform-platform yang ada, akan dibebaskan berkembang, asal bisa memberikan manfaat yang bersifat materi dan tidak peduli akan akibat kerusakan yang akan timbul dari konten-konten buruk tersebut. Asalkan laku dan diminati banyak orang, maka dia akan tetap diproduksi dan dijaga keberadaannya. UU dan PP yang ada tidak akan bisa menghambat keserakahan para penguasa digital ini untuk tetap mempertahankan eksistensinya


Kebijakan Media Sosial dalam Islam


Dalam Islam, Media sosial adalah suatu wasilah (sarana) untuk  merealisasikan tujuan-tujuan tertentu, maka dia hukumnya mubah (boleh). Tujuan atau pemanfaatan media sosial didalam Islam, tentu saja mengacu pada kepentingan dakwah Islam dan kemaslahatan kaum muslim. Dia tidak akan pernah dimanfaatkan untuk kepentingan – kepentingan buruk (maksiat), meskipun dapat memberikan keuntungan materi yang besar, seperti judi online, situs-situs porno atau penyebaran-penyebaran konten gaya hidup bebas dan konten-kenten buruk lainnya yang merusak.


Negara adalah satu-satu nya pihak yang berwenang untuk mengatur dan membuat kebijakan-kebijakan terkait  penggunaan media sosial ini. Kebijakan negara terkait media sosial ini akan dirancang untuk mewujudkan 3 hal, yakni :


1.Membangun masyarakat Islam yang kokoh dan kuat

Media sosial, akan di gunakan untuk meng edukasi masyarakat dengan konten-konten yang membangun, memperkuat keimanan dan menyebarkan ilmu-ilmu yang bermanfaat.

2.Melenyapkan unsur-unsur yang bisa menghancurkan masyarakat Islam

Negara akan membersihan konten-konten maksiat dan merusak, platform-platform yang haram seperti judi on line dan situs-situs porno akan dibersihkan sampai ke akar-akarnya, sehingga tidak bisa eksis dan beredar di masyarakat

3.Menonjolkan kebaikan dan keluhuran Islam

Media sosial akan berisikan informasi-informasi serta narasi-narasi yang akan menonjolkan kebaikan dan keluhuran Islam, karen dia adalah wasilah (saran) dalam dakwah Islam



Adapun untuk kepentingan luar negeri, media sosial ini akan ditujukan untuk menerangkan Islam, baik dalam keadaan damai maupun perang, dengan penerangan yang menampakkan keagungan dan keadilan Islam serta  kekuatan negara Islam baik militer, ekonomi serta peradabannya, dan juga menerangkan kerusakan sistem selain Islam, kedzaliman dan kerusakannya serta kelemahan negara-negara kafir, baik militer, ekonomi dan peradabannya.


Di sini negaralah pengendali utama dalam pemanfaatan media sosial. Dengan cara seperti ini, maka sumber utama yang mengatur platform, konten dan informasi apapun yang beredar di masyrakat di media sosial akan benar-banar disaring, hanya untuk kepentingan kebaikan semata. Dengan kekuatan negara, anak-anak dan remaja khususnya, serta masyarakat luas secara umum, akan terlindungi dari kerusakan-kerusakan yang sangat mungkin diakibatkan oleh media sosial ini. Islam punya pandangan hidup yang khas terkait misi kehidupan, yakni semata menggapai ridho Allah.


 Jadi bukan hanya PP atau UU pembatasan yang diperlukan untuk melindungi masyarakat dari kerusakan tapi penguasaan (hegemoni) digital harus ada di tangan negara, yang akan menentukan arah, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh,dan tentu saja standart yang dipakai adalah hukum Islam


Waallahu ‘alam bissowab

Posting Komentar

 
Top